Thursday, June 30, 2011

Telur Busuk [Ilustrasi Penghayatan Dosa]


Telur Busuk [Ilustrasi Penghayatan Dosa]


Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya. Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghabakan diri lagi kepada dosa. Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa. Jadi kita telah telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia. Karena kita tahu, bahwa Kristus, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi: maut tidak berkuasa lagi atas Dia. Sebab kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah. Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus. Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginanya. (Roma 6 : 5-12)
Kadang kala seseorang merasa tidak bermasalah kalua sekali melakukan dosa dan pelanggaran kecil-kecilan. Tuhan pasti akan melupakan dosa-dosa kecil itu sepanjang ia menjadi orang kristen yang baik. Tidak apa-apa kan berdosa sedikit, selama hal-hal yang lain baik-baik saja? Begitu pikiran beberapa orang. Perlu kita ketahui, “Kalau kita mencapurkan telur yang segar dengan telur yang busuk, kita tidak akan dapat membuat telur dadar yang enak.” Yesus Kristus mati untuk menebus dosa, satu kali dan untuk selamanya. Dia menebus dosa seluruh umat manusia dari abad ke abad. Dia menbus semua dosa, baik dosa yang kita anggap besar maupun dosa yang kita anggap kecil. Dalam konteks ini, pembedaan antara dosa besar dan dosa kecil menjadi tidak relevan lagi. Tidak ada dosa yang remeh lagi. Setiap dosa adalah “telur busuk” yang merusakkan kehidupan manusia. Dan, Allah menghadapi dosa secara sungguh-sungguh dan radikal. Dia mengatasi persoalan dosa secara sungguh-sungguh dan radikal. Dia mengatasi persoalan dosa dengan harga yang sangat mahal: dengan menyerahkan nyawa Anak-Nya yang tunggal sebagai tebusan. Ketika kita tergoda untuk berkompromi melakukan perkara yang kita anggap sebagai “hanya dosa kecil”, ada baiknya kita berhenti sejenak dan merenungkan kembali penebusan Kristus. Untuk dosa yang kecil sekalipun, Dia harus menebusnya dengan nyawa di kayu salib.  Akankah kita menganggap enteng pengorbanan-Nya itu dengan terus menyimpan “telur busuk“?


God Bless